UU Koperasi Baru Tidak Kunjung Terbit, Masyarakat Dipaksa Gunakan UU Lama
Sejak Mahkamah Agung menganulir Undang-undang (UU) No 17 Tahun 2012, masyarakat koperasi dipaksa untuk kembali menggunakan UU No 25 tahun 1992, UU produk lama yang tidak lagi sesuai dengan tuntutan zaman.
Pemerintah sejak 2016 lalu acapkali menjanjikan banwa UU Koperasi baru segera terbit, namun hingga kini belum terealisasi. Dalam hal itu, pemerintah bersama DPR RI telah membentuk tim khusus dan tim teknis guna menyelesaikan RUU Koperasi agar menjadi UU.
Deputi Bidang Kelembagaan Kementerian Koperasi dan UKM Rully Irawan dalam suatu seminar di Jakarta, Rabu (16/1/2019) bertajuk 'Urgensi Menunggu UU Koperasi Baru, Menyongsong Reposisi Bisnis Koperasi di Era Distruptif’, mengatakan bahwa konsep UU yang sejak 2016 lalu agar segera disahkan.
“UU Koperasi yang baru diharapkan tahun ini disahkan, kalau konsepnya dari kami sudah sejak 2016 karena kami belajar dari sejak dianulirnya UU No 17 tahun 2012 tentang perkoperasian oleh Mahkamah Agung. Kami berharap sebelum tugas periode DPR selesai, sehingga memberi arah baru bagi koperasi,” kata Rully.
Rully menambahkan, UU koperasi baru ini menjadi acuan, kepastian hukum dan pelindung bagi pelaku koperasi.
“Adapun jika undang-undang tersebut belum disahkan juga, kita siapkan peraturan menteri sebagai aturan pelaksananya," katanya.
Di acara yang sama, Wakil Komisi VI DPR-RI Inas Nasrullah Zubir mengungkapkan, RUU Koperasi yang baru pada dasarnya tidak disetujuinya. Semangat RUU ini lebih banyak pada koperasi simpan pinjam, sementara koperasi produsen dan konsumen sedikit.
“Mereka yang menyarankan RUU koperasi ini mindsetnya masih bahwa koperasi itu adalah simpan pinjam, koperasi bukan hanya simpan pinjam, tetapi koperasi konsumen dan produsen. UU seharusnya memberikan ruang pada koperasi produsen dan koperasi konsumen. Masa, lahan koperasi hanya simpan pinjam, Saya sudah ingatkan jangan sampai koperasi menjadi tempat perkumpulan modal,” kata Inas
Menurutnya RUU Koperasi yang sedang digodok DPR ini lebih lumayan dibandingkan UU Koperasi sebelumnya. Arahnya sudah tidak lagi pada perkumpulan modal, tetapi kepada orang-orang yang berkumpul.
Dalam RUU Koperasi pada Pasal 1 disebutkan, Koperasi adalah perkumpulan orang yang bersatu secara sukarela dan bersifat mandiri untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi ekonomi, sosial, dan budaya melalui usaha bersama yang diselanggarakan secara demokratis dan profesional berdasarkan asas kekeluargaan dan gotong royong.
“Jadi sudah tidak perlu lagi diperdebatkan, sudah tidak bisa dirubah karena sampai kapanpun tidak akan selesai-selesai UU Koperasi nantinya,” tegasnya.
Pada acara seminar yang digagas Majalah Peluang tersebut sejumlah pelaku koperasi mengaku tidak mendapatkan sosialisasi yang cukup, bahkan ada yang terkejut ketika mengetahui sejumlah pasal di dalamnya.
Ketua Umum Pusat Koperasi Pegawai Republik Indonesia (PKPRI) Provinsi DKI Jakarta, Hasanudin, mengaku terperanjat ketika mengetahui Pasal 10, ayat 1 Draft RUU Koperasi yang berbunyi: Koperasi Primer didirikan oleh paling sedikit 9 (sembilan) orang.
“Jangan-jangan ini pasal titipan? Kalau sembilan orang, seorang suami, isteri, anak-anaknya dan anggota keluarga lainnya bisa mendirikan koperasi. Apakah seperti ini koperasi yang diiginkan, bagaimana pasal ini bisa muncul,” ujar Hasanudin.
Pendapat lain juga disampaikan Presiden Direktur Kopsyah Benteng Mikro Indonesia (Kopsyah BMI), Kamaruddin Batubara. Ia mengatakan, jangan sampai rancu, koperasi itu kumpulan orang bukan kumpulan modal. Karena yang dimaksud kumpulan orang di sini adalah yang menyetorkan modal masing-masing, tetapi mempunyai hak suara yang sama.
“Justru menyatukan modal dari banyak orang ini kekuatan koperasi. Sebagai contoh kekuatan gotong royong koperasi yang dilakukan Kopsyah BMI mengumpulkan modal dari anggota Rp100 ribu per orang dan hasilnya terkumpul Rp6 miliar untuk mendirikan toko bangunan,” kata Kamaruddin.
Sementara itu Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES) Suroto mengungkapkan agar koperasi juga bisa bergerak di bidang layanan publik, termasuk juga pelayanan listrik. Yang terpenting pemerintah dengan tegas menetapkan dan mengakui reposisi koperasi, termasuk nilainya, hingga proteksi yang dilakukan pemerintah.
“Amerika Serikat yang selama ini dianggap Negara kapitalis, listrik dikelola oleh koperasi, di Singapura koperasi dibebaskan dari pajak oleh pemerintahnya, UU Koperasi yang baru nantinya tentu tidak sesuai dengan harapan para pelaku Koperasi, karena disamping mereka tidak dilibatkan, banyak pasal-pasal yang tidak mengakomodir kepentingan pelaku Koperasi, entah bagaimana yang tadinya praksi-praksi tidak setuju, tiba-tiba entah ada “lobbi lobi“ oknum tertentu jadinya setuju,” imbuhnya.
-
Bareskrim Selidiki Kasus Dugaan Kebocoran Data Pemilih di Website KPUKapan Akhir Bulan Syawal? Simak Batas Waktu Puasa SyawalKPU Akan Bentuk Badan Adhoc Baru Untuk Pilkada 2024Jalani Lima Kali Pemilu, Arief Hidayat Sebut Demokrasi Indonesia Ada di Titik DefisitDewan Desak Kemenaker Cek Izin Pabrik Kembang ApiBertemu dengan CEO Microsoft, Jokowi Tawarkan Pembangunan Pusat Riset di IKN atau BaliAda Ribuan Pasien Hemofilia Indonesia yang Diduga Belum TerdeteksiSaldi Isra Minta Pemungutan Suara Ulang Dalam Dissenting OpinionTuris China Mabuk Rusak dan Bakar Kamar Hotel, Terancam Bui 7 TahunDKI Jakarta Raih Penghargaan dari BNPB, Wakil Anies: Ini Hasil Kolaborasi Seluruh Warga Ibukota
- ·Ke KPK, Istri Setnov Jadi Saksi Atau Jenguk Papa?
- ·PKB Mulai Lakukan Penjaringan Calon Kepala Daerah untuk Jabar, DKI, dan Banten
- ·Ini Daftar Buah Terbaik dan Terburuk buat Ginjal
- ·Wajib SNI, Kini Stok Tepung Terigu Nasional Terancam
- ·Tembok Rumah Lembap dan Mengelupas? Ini 5 Cara Mengatasinya
- ·Singgung UU Perampasan Aset, Jokowi: Kita Sudah Ajukan ke DPR, Bolanya Disana
- ·5 Ciri Rumah yang Lembap, Bukan Cuma Tembok Mengelupas
- ·Urung Maju Pilkada Jakarta 2024 Jalur Independen, Sudirman Said Mulai Dekati Partai Politik
- ·Dokter Tegaskan Ulekan Batu Tak Picu Batu Ginjal
- ·Octa Raih Penghargaan 'Platform Trading Milik Sendiri Terbaik 2025'
- ·Kontraksi Ekonomi Selama Pandemi, Anies Baswedan Bongkar Prioritas Anggaran
- ·5 Ciri Rumah yang Lembap, Bukan Cuma Tembok Mengelupas
- ·Ke KPK, Istri Setnov Jadi Saksi Atau Jenguk Papa?
- ·Indonesia’s Growth is Real, Now Let’s Monetize It Through Tourism
- ·Agar Perut Tidak Buncit, Coba Air Rebusan 3 Daun Ini
- ·FOTO: Parade Hari Kartini di Kawasan Bundaran HI
- ·Dokter Tegaskan Ulekan Batu Tak Picu Batu Ginjal
- ·Geopark Meratus dan Kebumen Resmi Masuk UNESCO Global Geopark
- ·Jokowi Klaim Kenaikan Harga Beras RI Lebih Rendah dari Negara Lain: Ini Patut Disyukuri
- ·Kemenhub Klaim Telah Selesaikan 25 Proyek Strategis Nasional (PSN)
- ·Rampung Diperiksa, Bima Prawira Jelaskan Hasil Pemeriksaan
- ·Dihadapan Menteri Keuangan Hongkong, Sri Mulyani Bicarakan Danantara hingga Bonus Demografi
- ·FOTO: YouTuber Virtual Jepang Merambah Amerika
- ·Jangan Sampai Ketinggalan, Saldo DANA Kaget Ratusan Ribu Menanti di Sini
- ·Rusunawa Kini Bisa Jadi Milik Pribadi, Benar?
- ·Olo, Warna Baru yang Tak Bisa Dilihat Mata Telanjang
- ·FOTO: Ramai
- ·Singgung UU Perampasan Aset, Jokowi: Kita Sudah Ajukan ke DPR, Bolanya Disana
- ·Mengenal Pneumonia Bilateral, Diidap Paus Fransiskus Sebelum Meninggal
- ·PKB Mulai Lakukan Penjaringan Calon Kepala Daerah untuk Jabar, DKI, dan Banten
- ·Ke KPK, Istri Setnov Jadi Saksi Atau Jenguk Papa?
- ·Airlangga Sebut Ada 1.164 Kader yang Direkrut Partai Golkar
- ·Geopark Meratus dan Kebumen Resmi Masuk UNESCO Global Geopark
- ·Wisata Seks di Jepang Marak Gara
- ·Didukung Masyarakat Batak, TKN Yakin Prabowo
- ·Panduan Mengunjungi Roma untuk Pemakaman Paus Fransiskus